PERMENDIKBUD

Selasa, 25 Juli 2017

PGSD, MODUL 1 DAN MODUL 2 PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD,



Kegiatan Belajar 1
Landasan Filosofis, Psikologis-Pedagogis, dan Sosiologis-Antropologis
 Pendidikan Sekolah Dasar
A. LANDASAN FILOSOFIS, DAN PSIKOLOGIS-PEDAGOGIS PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Yang dimaksud dengan pandangan filosofis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertanyaan filosofis yang akan kita bahas adalah untuk apa pendidikan Sekolah Dasar dikembangkan. Sementara itu cara pandang psikologis-pedagogis atau psiko-pedagogis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam pengembangan potensi individu sesuai dengan karakteristik psikologis peserta didik. Pertanyaan psiko-pedagogis yang relevan dengan fungsi proses itu adalah bagaimana pendidikan dasar dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didiknya? Sedangkan cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan bermasyarakat, dan proses enkulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada peserta didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan. Pertanyaan pokok dalam kedua proses tersebut adalah bagaimana pendidikan dasar meletakkan dasar dan mengembangkan secara kontekstual sikap sosial dan nilai-nilai kebudayaan untuk kepentingan peserta didik dalam hidup bermasyarakat dan berkebudayaan? Namun demikian dalam pembahasannya kita akan melihat pendidikan dasar itu secara utuh, tidak secara ketat memisah-misahkan cara pandang itu.

 Marilah kita lihat dari dua sudut pandang: pandangan filosofis dan psikologis-pedagogis, dan pandangan ideologis dan yuridisPandangan filosofis dan psikologis-pedagogis mewakili cara pandang pakar dalam bidang filsafat, psikologi, dan pedagogik/ilmu mendidik terhadap keniscayaan proses pendidikan untuk usia sekolah 6-13 tahun. Dikatakan suatu keniscayaan karena pendidikan untuk anak usia tersebut
Ada beberapa argumen tentang keniscayaan pendidikan untuk usia itu. Pertama, pelembagaan proses pendidikan untuk usia dalam sistem pendidikan persekolahan atau schooling system, diyakini sangat strategis, artinya sangat tepat dilakukan, untuk mempengaruhi, mengondisikan, dan mengarahkan perkembangan mental, fisik, dan sosial anak dalam mencapai kedewasaannya secara sistematik dan sistemik. Kedua, proses pendewasaan yang sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan bermakna, artinya lebih memberikan hasil yang baik dan menguntungkan, daripada proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan kontekstual melalui proses sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga dan masyarakat dan enkulturasi atau pembudayaan interaktif dalam kehidupan budaya semata-mata. Ketiga, berbagai teori psikologi khususnya teori belajar yang menjadi landasan konseptual teori pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitifisme, humanisme; dan sosial (Bell-Gredler:1986), filsafat pendidikan seperti perenialisme, yang menekankan pentingnya pewarisan kebudayaan, esensialisme, yang menekankan pada transformasi nilai esensial, progresifisme, yang menekankan pada pengembangan potensi individu, dan rekonstruksionalisme sosial, yang menekankan pengembangan individu untuk perubahan masyarakat (Brameld, 1965) sangat mendukung proses pendewasaan anak melalui pendidikan persekolahan.
Terkait pada berbagai pandangan pakar tersebut di atas, marilah kita bahas secara singkat teori Kognitifisme, teori Historis-Kultural, dan teori Humanistik
a. Teori Kognitifisme
      Teori Kognitifisme, yang lebih dikenal sebagai teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah duplikat dari objek, dan bukan pula sebagai tampilan kesadaran dari bentuk yang ada dengan sendirinya dalam diri individu. Pengetahuan sesungguhnya merupakan konstruksi pikiran yang terbentuk, karena secara biologis adanya interaksi antara organisme dengan lingkungan.
b. Teori Historis-Kultural (Cultural Historical Theories)
Teori ini dikembangkan oleh Lev S.Vygotsky. Teori ini memusatkan perhatian pada penggunaan simbol sebagai alat, dengan dasar pemikiran bahwa manusia menemukan alat yang telah mengantarkan kemajuan bagi umat manusia. Sistem simbol yang dikembangkan adalah bahasa lisan dan tulisan, sistem matematika, notasi musik dan lainnya. Melalui penggunaan simbol-simbol ini manusia.


c. Teori Humanistik.
Konsep humanistik dalam pendidikan memiliki banyak pengertian, antara lain bahwa suatu sekolah atau kelas atau guru dapat dinilai humanistik bila memenuhi berbagai kriteria: menekankan pada potensi manusia sebagai ciri utama; hubungan yang hangat, kepercayaan, penerimaan, kesadaran akan perasaan orang lain, kejujuran antar pribadi, dan pengetahuan kemasyarakatan. Pendidikan humanistik untuk SD/MI seyogianya diwujudkan dalam bentuk kurikulum bermuatan humanistik dan struktur sekolah atau kelompok yang humanistik. Kurikulum bermuatan humanistik memusatkan pada isu-isu tentang manusia, seperti kebutuhan berteman, perilaku agresif dan lain-lain, yang dirancang untuk membantu peserta didik agar dapat mengelola persolan di dalam kehidupannya, juga termasuk proses kurikulum yang memanusiakan.
B. LANDASAN SOSIOLOGIS-ANTROPOLOGIS PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Pada bagian ini kita akan membahas pendidikan Sekolah Dasar dari sudut pandang sosiologis-antropologis. Cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam proses sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan bermasyarakat, dan proses enkulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada peserta didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan. Pertanyaan pokok dalam kedua proses tersebut adalah bagaimana pendidikan dasar meletakkan dasar dan mengembangkan secara kontekstual sikap sosial dan nilai-nilai kebudayaan untuk kepentingan peserta didik dalam hidup bermasyarakat dan berkebudayaan? Namun demikian dalam pembahasannya kita akan melihat pendidikan dasar itu secara utuh, tidak secara ketat memisah-misahkan cara pandang itu.
Masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki fenomena yang bersifat pluralistik atau berbhinneka tetapi terikat oleh komitmen satu kesatuan tanah air, kebangsaan, dan bahasa persatuan. Itulah semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi seloka kehidupan kita dan semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.



Kegiatan Belajar 2
Landasan Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar
A. LANDASAN HISTORIS, DAN IDEOLOGIS PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR (SD)
Landasan historis dan ideologis adalah dasar pemikiran yang diangkat dari fakta sejarah yang relevan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Sekolah Dasar beserta ide-ide atau pertimbangan yang melatarbelakanginya. sejak pada masa Hindia Belanda sampai saat ini. Tentu saja dalam modul ini tidak akan dibahas sejarah pendidikan SD secara rinci, melainkan hanya kita ambil tonggak-tonggak sejarahnya yang memberi makna pada kita. Pembahasan rinci tentang hal itu, dapat Anda jumpai dalam buku-buku tentang Sejarah Pendidikan di Indonesia.
Secara historis atau kesejarahan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda di Indonesia.
     ‘’Sejalan dengan perkembangan masyarakat dan pergaulan dunia sistem pendidikan Hindia Belanda pun pada jamannya itu terus mengalami perubahan yang dinamis. Seperti diungkapkan oleh Djojonegoro (1996: 2) sebagai berikut.
Sistem pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembang secara dinamis pada lingkungan masyarakat yang juga berkembang dalam dimensi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, pendidikan di bumi nusantara secara konsisten dianggap berfungsi sebagai wahana transformasi, transmisi, dan sosialisasi nilai-nilai, tradisi, ilmu pengetahuan, serta teknologi dan seni dari masyarakatnya, yang berlangsung baik melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah’’.
Merujuk pada paparan Djojonegoro (1996: 12-28), perkembangan pendidikan sekolah dara pada jaman penjajahan Belanda secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Sekolah Dasar pertama kali didirikan pada zaman VOC (Vereenigde Oost Indishe Compagnie) pada tahun 1617 yang menjelma menjadi Sekolah Batavia (Bataviasche School) pada tahun 1622 dan ditutup tahun 1632. Sejenis Sekolah Dasar itu pada tahun 1630 didirikan oleh masyarakat Sekolah Warga masyarakat (Burger School) untuk tujuan pendidikan budi pekerti.
2. Pada akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19 Pemerintah Hindia Belanda mulai menangani pendidikan untuk Bumi Putra dengan tujuan untuk memperoleh tenaga terampil untuk kepentingan penjajahan dengan model dualistik. Untuk golongan penduduk Eropa dan Bumi Putra didirikan dua sekolah yang berbeda.
3. Pada abad ke 20, sejalan dengan terjadinya perubahan yang terjadi di seluruh dunia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya mendesak pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan perubahan dalam melaksanakan sistem pendidikannya, dengan landasan Politik Etis (Etische Politiek). Pendidikan Sekolah Dasar tetap bersifat dualistic.
4. Pada masa perjuangan kemerdekaan, yakni antara tahun 1908 Kebangkitan Nasional dan masa Pendudukan Jepang sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 berkembang berbagai gerakan pendidikan yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat yang sudah tercerahkan sebagai komponen bangsa sang sadar akan pentingnya pembangunan bangsa.

B. LANDASAN HISTORIS-IDEOLOGIS DAN YURIDIS PENDIDIKAN SD
Landasan historis-ideologis dan yuridis pendidikan Sekolah Dasar pada bagian ini akan kita bahas dari sudut pandang pemikiran tentang sistem pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang. Dengan demikian kita akan memahami secara utuh perkembangan Sekolah Dasar di zaman kemerdekaan, zaman kita hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu kita akan membahas hal itu sekaligus dari sisi sejarahnya sejak tahun 1945, ideologi pendidikan yang dikembangkan, serta berbagai ketentuan perundang-undangan tentang semua itu sebagai landasan yuridis formal pendidikan nasional. Landasan ideologis dan yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik Negara Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif konstitusional yang mencerminkan bagaimana sistem pendidikan nasional dibangun dan diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Secara historis atau kesejarahan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya sistem pendidikan pada masa itu ditekankan pada upaya memperoleh tenaga terampil yang mengerti nilai budaya penjajah sehingga menguntungkan mereka dalam mempertahankan dan melangsung-kan penjajahannya. Dalam konteks itu orang Indonesia, yang disebut juga Bumi Putera, diperlakukan sebagai hamba atau onderdaan.
Sistem pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembang secara dinamis pada lingkungan masyarakat yang juga berkembang dalam dimensi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, pendidikan di bumi Nusantara secara konsisten dianggap berfungsi sebagai wahana transformasi, transmisi, dan sosialisasi nilai-nilai, tradisi, ilmu pengetahuan, serta teknologi dan seni dari masyarakatnya, yang berlangsung baik melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
Dari fakta sejarah pendidikan Sekolah Dasar pada zaman Hindia Belanda, kita dapat menangkap makna bahwa segregasi sosial dan diskriminasi secara sengaja dilakukan terhadap anak penduduk bumi putera dalam memperoleh kesempatan belajar di Sekolah Dasar, tergantung pada latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Ideologi ini ternyata masih kita jumpai dalam instrumentasi dan praksis sistem pendidikan nasional setelah Indonesia merdeka. Hal lain yang sangat penting adalah tumbuhnya berbagai gerakan pendidikan pada masa perjuangan kemerdekaan,yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa, telah mendorong tumbuh dan berkembang pula konsep dan dasar ideologi pendidikan yang walaupun berbeda dalam nomenklatuurnya dan konteks per-wujudannya, tetapi kesemuanya mengarah pada satu tujuan adanya sistem pendidikan yang inheren dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Salah satunya adalah filsafat dan ideologi pendidikan Taman Siswa Ing madya mangun karsa, Ing Ngarsa sung Tulada, Tut Wuri Handayani.
 Landasan ideologis dan yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik Negara Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif konstitusional yang mencerminkan bagaimana sistem pendidikan nasional dibangun dan diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Secara ideologis dan yuridis ditetapkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional, termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara ideologis dan yuridis Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional, termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan SD mengemban dua fungsi, yakni fungsi pengembangan potensi peserta didik secara psikologis dan pemberian landasan yang kuat untuk pendidikan SMP dan seterusnya. Sedangkan tujuannya secara substantif merujuk pada tujuan pendidikan nasional.

 Peserta didik SD/MI berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan dengan cara sebagai berikut.
a. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya;
b. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;
c. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku;
d. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara teman;
e. mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi sesama;
f. mencintai lingkungan, bangsa dan negara; dan
g. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
 Bila seluruh ketentuan perundang-undangan tentang wajib belajar 9 tahun dapat dilaksanakan dengan baik, maka program Wajar tersebut akan memberi dampak yang luas bagi pencerdasan kehidupan bangsa secara bertahap. Oleh karena itu, sinergi seluruh unsur pemerintahan pusat dan daerah sangatlah pent
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN SD
Kegiatan Belajar I
Fungsi, Tujuan , Dan Ciri ciri Pendidikan Sekolah Dasar

A.    Fungsi –Tujuan dan ciri-ciri pendidikan SD·       
Fungsi dan Tujuan pendidikan Sd bersumber dari Fungsi dan Tujuan pendidikan Nasional yang tercantum pada Pasal 3 UU No 20 th 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dalam pasal 3 UU tentang Sisdiknas tersebut ditetapkan bahwa :
- Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta beradapan bangsa yang bermartaabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertakwa pada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, tanggung jawab, mandiri
- Memberikan ketrampilan kemampuan baca dan tulis
B.     Karakteristik Pendidikan Sekolah Dasar
1.      Karakteristik Umum di SD memiliki cirri-ciri :
-        Literasi (Kemelekwacanaan)
            Pendidikan SD diarahkan pada pembentukan Kemelekwacaan, bukan pada pembentukan kemampuan akademik. Kemelekwacanaan merujuk pada pemahaman siswa tentang berbagai fenomena atau gagasan di lingkungan dalam menyesuaikan perilaku dengan kehidupan.
-        Kemampuan berkomunikasi
            Yaitu mampu mengomunikasikan sesuatu, baik buah pikiran sendiri maupun informasi yang didapat dari berbagai sumber,kepada orang lain dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
-        Memecahakan masalah
            Yang mencakup merasakan adanya maalah ,mengidentifikasi masalah, mencari informasi untuk memecahkan masalah ,mengeksplorsai alternative ,pemecahan masalah, dan memilih alternative yang paling banyak.
-        Kemampuan Bernalar
            Yaitu menggunakan logika dan bukti bukti secara sistematis dan konsisten untuk sampai pada kesimpulan.


2.      Karakteristik khusus pendidikan SD meliputi :
-        Siswa SD berada dalam tahap perkembangan pra-operasional dan operasi konkret,yang ditandai oleh pandangan yang bersifat holistic.
-        Guru SD adalah guru kelas yang wajib mengajarkan lima mata pelajaran SD yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, IPA , IPS,dan PKn.
-        Kurikulum SD dikembangkan berdasarkan standart nasional oleh satuan pendidikan (SD) bersama dengan komite sekolah di bawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota.
-         Pembelajaran SD menekankan pada keterpaduan bersifat holistic ,pengalaman langsung, dan menggunakan contoh kongkret..
-          Gedung dan fasilitas SD bervariasi dari yang paling sederhana sampai yang cukup mewah.






Kegiatan Belajar II
Tatanan Organisasi dan Bentuk bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Dasar
A.    Tatanan Organisasi dan bentuk-bentuk penyelenggaraan pendidikan SD
Dalam UU No.20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional secara lengkap sebagai berikut :
-              Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri.
-              Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standart nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan Nasional.
-                Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang kurangnya satu satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi taraf internasional.
-                Pemerintah Kabupaten mengelola pendidikan Dasar dan pendidikan menengah,serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan local
2.      Bentuk-bentuk Penyelenggaraan pendidikan SD
-       SD-MI
Merupakan jenjang pendidikan dasar yang menyelenggakan pendidikan umum bagi anak usia 6-12 tahun.    
-                 SD unggulan atau SNP
Merupakan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan keunggulan yang merupakan kelebihan dari SD biasa.
-        SDLB
Merupakan sekolah untuk anak anak berkebutuhan khusus atau yang mempunyai kelainan.
-                 Sekolah dasar Inklusi
        Merupakan sekolah yang mana anak normal berbaur dengam anak anak berkebutuhan khusus/ luar biasa.
-                 Program Paket A
Merupakan paket pendidikan nonformal setara SD/MI yang diperuntukkan untuk anak usian 15-44 tahun.
- Sekolah Rumah
         Merupakan sekolah yang diselenggarakan dirumah
 

Tidak ada komentar: