PERMENDIKBUD

Minggu, 30 Januari 2011

FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN ESENSIALISME

ALIRAN ESENSIALISME
A. Pendahuluan
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.
Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.

B. Tokoh-tokoh Esensialisme
1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Gambar 6: Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
2. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
C. Tempat Asal Aliran Esensialisme Dikembangkan
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.
Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
D. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
2. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Bogoslousky, mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian:
1. Universum:
Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
2. Sivilisasi:
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera .
3. Kebudayaan:
Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
4. Kepribadian:
Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi .
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen at au dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
E. Pandangan dan Sikap Saya tentang Aliran Esensialisme
1. Pandangan secara Ontologi
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya.
Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah:
1. Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.
2. ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
Ciri lain mengenai penafsiran idealisme tentang sistem dunia tersimpul dalam pengertian-pengertian makrokosmos dan mikrokosmos. Mikrokosmos menunjuk kepada keseluruhan alam semesta dalam arti susunan dan kesatuan kosmis. Mikrokosmos menunjuk kepada fakta tunggal pada tingkat manusia. Manusia sebagai individu, jasmani dan rohani, adalah makhluk yang semua tata serta kesatuannya merupakan bagian yang tiada terpisahkan dari alam semesta. Pengertian mengenai makrokosmos dan mikrokosmos merupakan dasar pengertian mengenai hubungan antara Tuhan dan manusia.
2. Pandangan secara Epistemologi
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita scbagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah dia memperoduksi secara tepat pengetahuannya dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama.
1. Pandangan Kontraversi Jasmaniah dan Rohaniah
Perbedaan idealisme dan realisme adalah karena yang pertama menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide, rohaniah. Sebaliknya realist berpendapat bahwa kita hanya mengctahui sesuatu realila di dalam melalui jasmani. Bagi sebagian penganut realisme, pikiran itu adalahjasmaniah sifatnya yang tunduk kepada hukum-hukum phisis.
Konsekuensinya kedua unsur rohani dan jasmani adalah realita kepribadian manusia. Untuk mengerti manusia, baik filosofis maupun ilmiah haruslah melalui hal tersebut dan pendekatan rangkap yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
2. Pendekatan (Approach) ldealisme pada Pengetahuan
Kita hanya mengerti rohani kita sendiri, tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain.
Sebab kesadaran kita, rasio manusia adalah bagian dari pada rasio Tuhan yang Maha Sempurna.
Menurut T.H Green, approach personalisme itu hanya melalui introspeksi. Padahal manusia tidak mungkin mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan. Karena itu setiap pengalaman mental pasti melalui refleksi antara macam-macam pengamalan.

3. Menurut Teori Koneksionisme
Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola connections between (hubungan-hubungan antara) stimulus dan respon. Dan manusia dalam hidupnya sdalu membentuk tatajawaban dengan jalan memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respon. Dengan demikian terjadi gabungan-gabungan hubungan stimulus dan respon, yang sdalu menunjukkan kualitas yang tinggi dan rendah atau kuat lemah. Di samping koneksionisme dapat meletakkan pandangan yang lebih meningkat dari assosianisme dan behi viorisme juga menunjukkan bahwa dalam hal belajar perasaa yang dimiliki oleh manusia mempunyai peranan terhadap berhas tidaknya belajar yang dilakukan.
4. Tipe Epistemologi Realisme
Terdapat beberapa tipe epistemologi realisme. Di Amerika ada dua tipe yang utama:
a. Neorealisme
Secara psikologi neorealisme lebih erat dengan behaviorisme Baginya pengetahuan diterima, ditanggap langsung oleh pikirar dunia realita. ltulah sebabnya neorialisme menafsirkan badan se bagai respon khusus yang berasal dari luar dengan sedikit atat tanpa adanya proses intelek.
b. Cretical Realisme
Aliran ini menyatakan bahwa media antara inetelek dengan realita adalah seberkas penginderi'.an dan pengamatan.
3. Pandangan secara Aksiologi
Pandangan ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangun-pandangan idealisme dan realisme sebab essensialisme terbina aleh kedua syarat tersebut.

a. Teori Nilai Menurut Idealisme
Penganut idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang, haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk ini, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan baik pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter at au nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).

b.Teori Nilai Menurut Realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa mengenai masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya, realisme bersandarkan atas keilumuan dan lingkungan. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari Iingkungan.

Sabtu, 29 Januari 2011

MODEL-MODEL EVALUASI

MODEL-MODEL EVALUASI
1. Model Evaluasi CIPP
Tokohnya adalah : Stufflebeam

Definisi evaluasi adalah suatu proses yang menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

Terdapat 4 pedoman kerja :

· Contect evaluation to serve planning decision, membantu merencanakan keputusan kebutuhan yang akan dicapai oleh program.

· Input evaluation, structuring decision, modal dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai kebutuhan (dalam pendidikan, tujuan-tujuan pendidikan )

· Proces evaluation, to serve implementing decision. Pelaksanaan strategi dan penggunaan modal dalam krgiatan di lapangan .

· Product evalution, to serve recycling decision.Hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem yan bersangkutan.

2. Model Stake membagi menjadi 3 kategori, yaitu: antecedents (Conext),Trasaction ( process ) dan outcomes (output).

Antecedents dimaksudkan adalah input yang ada pada sistem dikembangkan, transactions dimaksudkan adalah dimensi yang mencakup rencana kegiatan maupun proses kegiatan di lapangan , sedangkan outcomes adalah hasil yang dicapai .

3. Evaluasi Model UCLA ( 1969)

Tokohnya adalah ALKIN.

Definisi evaluasi adalah sebagai proses meyakinkan keputusan untuk memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan rimgkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih alternatif.

Ada 5 pedoman dalam evaluasi:

a) Sistem assesment

b) Program planning

c) Program implementation

d) Program improvement

e) Program certification.

4. Model Brinkerhoff

Tokoh : Brinkerhoff ( 1983), ia mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama seperti evaluator-evaluator yang lain.

Terdapat 3 versi ,yaitu :

· Fixed vs Emergent Evaluation Design

· Formative vs Summating Evaluation

· Experimental and Quasi Experimental

KARAKTERISTIK KEPALA SEKOLAH TANGGUH*)

Kepala sekolah tangguh adalah kepala sekolah yang memiliki:

1. visi, misi,strategi.

2. kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan sumberdaya dengantujuan.

3. kemampuan mengambil keputusan secara terampil;

4. toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang, tetapi tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai;

5. memobilisasi sumberdaya;

6. memerangi musuh-musuh kepala sekolah;

7. menggunakan sistem sebagai caraberpikir, mengelola, dan menganalisis sekolah;

8. menggunakan input manajemen;

9. menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan,regulator, penyelia, pencipta iklim kerja, administrator, pembaharu, dan pembangkit motivasi;

10. melaksanakan dimensi-dimensi tugas, proses, lingkungan, dan keterampilan personal

11. menjalankan gejala empat serangkai yaitu merumuskan sasaran, memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, melakukan

analisis SWOT, dan mengupayakan langkah-langkah untuk meniadakan persoalan;

12. menggalang teamwork yang cerdas dan kompak; (

13. kegiatan-kegiatan kreatif;

14. menciptakan sekolah belajar;

15. menerapkan manajemen berbasis sekolah;

16. memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar

17. memberdayakan sekolah.

*) Slamet PH, MA,MEd,MLHR, Ph.D. adalah dosen Program Pasca Sarjana Universitas Yogyakarta,

Minggu, 16 Januari 2011

pengembangan diri, pembiasaan dan ekstra kurikuler

PENGEMBANGAN DIRI

A. Pengertian Pengembangan Diri

Adalah suatu kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan pengembangan karir peserta didik. Karena bukan sebuah mata pelajaran, penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif bukan kuantitatif seperti pada mata pelajaran.

B. Kegiatan Belajar Pembiasaan sebagai Bagian dari Pengembangan Diri

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagaimana diarahkan oleh Standar Nasional Pendidikan, pengembangan diri merupakan bagian pembelajaran yang diarahkan agar dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang pengembangan bakat dan minat serta pengembangan karir, salah satu wahana untuk mewujudkan tujuan tersebut dapat diaplikasikan dalam kegiatan belajar pembiasaan sebagaimana yang telah diperkenalkan dalam kurikulum berbasis kompetensi terdiri dari empat kegiata, yaitu: kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan serta kegiatan terprogram.

1. Kegiatan Rutin

Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler, baik di kelas maupun di sekolah. Kegiatan rutin bertujuan untuk membiasakan anak mengerjakan sesuatu dengan baik. Adapun contoh kegiatan rutin sebagai bagian dari kegiatan belajar pembiasaan adalah : upacara, sholat berjamaah, senam, pemeriksaan kesehatan, pergi ke perpustakaan dan lain-lain.

2. Kegiatan Spontan

Kegaiatan spontan adalah kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja, di mana saja tanpa dibatasi ruang. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pendidikan pada saat itu juga, terutama dalam disiplin dan sopan santun serta kebiasaan baik lainnya. Adapun contoh kegiatan spontan sebagi bagian dari kegiatan belajar pembiasaan adalah memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, mengatasi silang pendapat dengan benar.

3. Kegiatan Teladan

Adalah kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja yang lebih mengutamakan pemberian contoh dari guru pengelola pendidikan yang lain kepada siswa. Kegiatan teladan bertujuan memberikan comtoh tentang kebiasaan yang baik . adapun contoh kegiatan teladan sebagai bagian dari kegiatan belajar pembiasaan adalah : berpakaian rapi, memuji hasil kerja yang baik, datang tepat waktu, hidup sederhana, tidak merokok.

4. Kegiatan Terprogram

Adalah kegiatan yang diprogramkan dan direncanakan, baik pada tingkat kelas maupun sekolah. Kegiatan ini bertujuan memberikan wawasan tambahan pada siswa tentang unsur-unsur baru dalam kehidupan bermasyarakat yang penting untuk perkembangan siswa. Adapun contoh kegiatan terprograma sebagai bagian dari kegiatan belajar pembiasaan adalah : seminar/workshop seperti bahaya narkoba dan aids, hemat energi dan HAM/hak-hak anak; kunjungan seperti ke panti asuhan, ke tempat orang yang terkena musibah dan ke musium; proyek seperti lomba, pentas dan bazaar.

C. Ekstra Kurikuler sebagai Bagian dari Pengembangan Diri

Kegiatan ekstra kurikuler meerupakan kegiatan yang dilakukan di sekolah di luar jam pelajaran yang dapat mengembangkan kebutuhan, bakat, serta minat siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Adapun contoh-contoh ekstra kurikuler yang dapat dikembangkan di sekolah antara lain :

  1. Bidang keilmuan, seperti : KIR, dan bahasa
  2. Bidang seni, seperti : teater, tari dan musik
  3. Bidang olah raga, seperti : bola basket, bola voli, sepak bola dan pencak silat
  4. Bidang keterampilan diri, seperti : paskibra, pramuka, dan PMR

D. Faktor-Faktor Lain yang Menunjang Pengembangan Diri

Sebagaimana yang tercantum dalam Panduan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, maka pengembangan diri selain diwadahi dalam bentuk kegiatan bimbingan konseling, kegiatan belajar pembiasaan dan ekstra kurikuler, maka pengembangan diri juga dilakukan oleh guru-guru kelas/mata pelajaran yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan baik di kelas maupun di sekolah.

Dalam rangka mengetahui kebutuhan, bakat serta minat siswa agar dapat dikembangkan secara maksimal ada beberapa faktor lain yang perlu dikenal dan dipahami. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : tipe-tipe kepribadian, jenis-jenis gaya belajar dan macam-macam kecerdasan.


PENGEMBANGAN DIRI MELALUI BIMBINGAN DAN KONSELING

A. PENGERTIAN

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan, kelompok, agar mampu dan mandiri berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

B. Paradigma, Visi, dan Misi

1). Paradigma

Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah ilmu dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.

2). Visi

Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

3). Misi

a) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.

b) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat.

c) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

C. Prinsip dan Asas Konseling

a. Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.

b. Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus dan tut wuri handayani.

D. Pola Kerja Bimbingan dan Konseling

Pola kerja bimbingan dan konseling adalah ”Pola !7 Plus”. Berdasarkan SKB Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, maka tugas pokok Konselor di sekolah adalah :

1. Menyusun program bimbingan dan konseling, yaitu rencana pelayanan dalam bidang :

a. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi wesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinyasecara realistik.

b. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

c. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah / madrasah dan belajar secara mandiri.

d. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengembangkan keputusan karier.

2. Melaksanakan program bimbingan dan konseling dengan memperhatikan fungsi :

a. Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.

b. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik agar mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

c. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.

d. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.

e. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

3. Melaksanakan kegiatan mengacu pada 9 pola layanan yaitu :

a) Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/ madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.

b). Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karier/jabatan dan pendidikan lanjutan.

c). Penempatan dan penyaluran, yaitu layanan yang membantu pesera didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat didalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang dan kegiatan ekstra kurikuler.

d). Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat.

e). Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.

f). Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karier/jabatan dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

g). Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau fihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

h).Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.

4. Mengevaluasi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling

5. Menganalisis hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling

6. Menindaklanjuti hasil analisis.

7. Konselor dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling memperhatikan tugas perkembangan peserta didik. Berikut ditampilkan tugas perkembangan peserta didik SD/MI dan sederajat :

a. Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung

c. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari

d. Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya

e. Belajar menjadi pribadi yang mandiri

f. Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan baik untuk permainan maupun kehidupan

g. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku

h. Membina hidup sehat, untuk diri sendiri, dan lingkungan serta keindahan

i. Belajar memahami diri sendiri dan orang lain sesuai dengan jenis kelaminnya dan menjalankan peran tanpa membedakan jenis kelamin

j. Mengembangkan sikap terhadap kelompok, lembaga sosial, serta tanah air bangsa dan negarak. Mengembangkan pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan

8. Melaksanakan Kegiatan Pembiasaan

Pengembangan diri dapat dilakukan dengan membiasakan perilaku positif tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Hal tersebut juga akan menghasilkan suatu kompetensi. Pengembangan diri melalui pembiasaan ini dapat dilakukan secara terjadwal / tidak terjadwal baik di dalam maupun di luar kelas.

Kegiatan pembiasaan terdiri atas Kegiatan Rutin, Spontan, Terprogram dan Keteladanan.

1). Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler dan terus menerus di sekolah. Tujuannya untuk membiasakan siswa melakukan sesuatu dengan baik.

Yang termasuk kegiatan rutin :

a. Membiasakan melaksanakan upacara bendera dengan hidmat.

b. Membiasakan beribadah sesuai agama dan kebiasaannya, contoh:

a) Kelas pagi membiasakan shalat duha bersama-sama

b) Kelas siang membiasakan sholat duhur dan ashar berjamaah

c) Kelas pagi dan siang membiasakan shalat Jum,at, tadarus Al Qur’an dan berinfaq setiap hari Jum’at.

d) Siswa yang beragama non muslim disesuaikan dengan kebiasaannya.

c. Membiasakan membaca bersama-sama (wajib kunjung perpustakaan).

d. Membiasakan olah raga/senam bersama

e. Membiasakan memelihara kebersihan kelas, tanaman, dan lingkungan sekolah bersama-sama

f. Membiasakan melaksanakan kegiatan belajar tertib efektif bersama

g. Membiasakan berpakaian seragam sekolah beersih dan rapi setiap hari sesuai jadwal

h. Membiasakan melaksanakan tata tertib sekolh dengan ikhlas

i. Membiasakan bersaing kompetitif dalam berprestasi

2). Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dapat dilakukan tanpa dibatasi oleh waktu, tempat dan ruang. Hal ini bertujuan memberikan pendidikan secara spontan, terutama dalam membiasakan bersikap sopan santun, dan sikap terpuji lainnya. Contoh:

a. Membiasakan mengucapkan salam dan bersalaman kepada guru, karyawan dan sesama siswa

b. Membiasakan bersikap sopan santun

c. Membiasakan membuang sampah pada tempatnya

d. Membiasakan antre

e. Membiasakan menghargai pendapat orang lain

f. Membiasakan minta izin masuk/keluar kelas atau ruangan

g. Membiasakan menolong atau membantu orang lain

h. Membiasakan menyalurkan aspirasi melalui media yang ada di sekolah, seperti Majalah Dinding dan Kotak Curhat BK.

i. Membiasakan konsultasi kepada guru pembimbing dan atau guru lain sesuai kebutuhan.

3). Kegiatan Terprogram ialah kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kalender pendidikan/jadwal yang telah ditetapkan. Membiasakan kegiatan ini artinya membiasakan sisswa dan personil sekolah akatif dalam melaksanakan kegiatan sekolah sesuai dengan kemampuan dan bidang masing-masing.

Contoh a:

1) Kegiatan PORSENI

2) Kegiatan memperingati hari-hari besar nasional

3) Kegiatan Karyawisata

4) Kegiatan Lomba Mata Pelajaran, seperti olimpiade matematika, pesona fisika, lomba madding, dll

5) Kegiatan Perpisahan Kelas IX. Dll

4). Kegiatan Keteladanan, yaitu kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari yang dapat dijadikan contoh (idola)

Contoh:

a. selalu berpakaian rapi

b. selalu datang tepat waktu

c. selalu berbahasa dengan baik

d. rajin membaca

e. selalu bersikap ramah

f. dll

E. Faktor pendukung yaitu :

a). Aplikasi instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.

b). Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu dan bersifat rahasia.

c). Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh fihak-fihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.

d). Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.

e). Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar dan karier/jabatan.

f). Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

BAB IV

PENGEMBANGAN DIRI MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER

1. Pengertian Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

2. Visi dan Misi

a. Visi

Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

b. Misi

1) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sebagai kegiatan pengembangan diri di luar mata pelajaran.

2) Menyelenggarakan kegiatan di luar mata pelajaran dengan mengacu kepada kebutuhan, potensi, bakat dan minat peserta didik.

3. Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler

a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat peserta didik.

b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.

c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.

d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karier peserta didik.

4. Prinsip Kegiatan Ekstra Kurikuler

a. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik secara individual.

b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.

c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.

d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler dalam suasana yang mengembirakan dan menimbulkan kepuasan peserta didik.

e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.

f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

5. Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler

a. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).

b. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.

c. Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, keagamaan.

d. Seminar, lokakarya, dan pameran, dengan substansi antara lain karier, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.

e. Kegiatan lapangan, meliputi kegiatan yang dilakukan di luar sekolah berupa kunjungan ke obyek-obyek tertentu.

BAB V

KERANGKA KONSEPTUAL PEMBIASAAN

A. Pengertian Pembiasaan

Pembiasaan (habituation) merupakam “proses pembentukan sikap dan prilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang- ulang”. Ciri-ciri sikap atau tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan adalah:

  1. Relatif menetap
  2. Tidak memerlukan funsi berfikir yang cukup tinggi
  3. Bukan merupakan proses kematangan, tetapi sebagai hasil pengalaman atau belajar
  4. Tampil secara berulang-ulang sebagai respon terhadap stimuluis yantg sama

B. Tujuan Pembiasaan

  1. Tujuan Umum

Seiring dengan Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tujuan pembiasaan adalah untuk mengembangkan potensi siwa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

  1. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum di atas maka pembiasaan itu secara khusus bertujuan agar:

a. siswa mampu menjalankan ajaran agama,

b. siswa menjadi kreatif,

c. siswa memiliki kemandirian,

d. siswa bersikap demokratis,

e. siswa memilki sikap bertanggung jawab

C. Ruang lingkup pembiasaan yang akan dikembangkan

1. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2. Kesadaran mengikuti aturan (sense of order)

3. Kesadaran akan pentingnya hal yang rinci (sense of detail)

4. Kesadaran akan kemandirian (sense of autonomy)

5. Kesadaran untuk bersosialisasi

6. Kesadaran untuk mengembangkan panca indra

7. Kesiapan menuju kematangan

8. Kemampuan untuk matang

9. Pengorganisasian tugas-tugas fisical sehari-hari.

10. Matang untuk melaksanakan aktivitas dalam suasana formal (sekolah)

11. Kemampuan keterampilan hidup yang dasar

12. Keterampilan sosial

13. Keterampilan sosial lanjut

14. Keterampilan mengelola perasaan (dealing with feeling)

15. Keterampilan mengelola agresivitas

16. keterampilan mengelola stress (dealing with stress)

17. Keterampilan merencanakan (planning skills)

18. Keterampilan pemecahan masalah-masalah kehidupan (solving problem life skills)

19. Keterampilan pengelolaan diri (self management skills).

Lingkup pembiasaan diatas mengacu kepada teori tugas-tugas perkembangan anak. Dalam proses pembiasaan, pencapaian tugas perkembangan awal menentukan pencapaian tugas perkembangan selanjutnya.

BAB VI

KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN

MELALUI PEMBIASAAN

Potensi yang akan dikembangkan melalui pembiasaan merujuk kepada ruang lingkup di Bab III. Sebagai contoh pengembangan kompetensi dimaksud, dibawah ini diuraikan ruang lingkup, kompetensi, dan indikator yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing sekolah.

No

Ruang Lingkup

Kompetensi

Indikator

1.

Mengenal dan berperilaku sesuai denagan ajaran agama yang diyakini

Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan

· Melaksanakan perintah ajaran agama yang dianutnya

· Dapat membaca kitab suci sesuai dengan keyakinannya masing-masing

· Mengenal perbutan yang baik dan yang buruk

· Bersikap hormat kepada orang tua, guru,teman, dan orang lain

2.

Kemampuan matang secara mental

Berfikir logis, kritis, dan inovatif serta mampu menyeleseikan masalah

· Mampu berpisah dengan orang tua

· Mampu untuk tidak mementingkan diri sendiri

· Mampu untuk mengendalikan emosi

· Mampu berbicara dengan runtut

· Mampu menilai kelemahan diri sendiri

· Mampu menilai sesuatu secara obyektif

· Memiliki banyak gagasan

· Mampu mengenal masalah yang dimiliki

· Mampu memahami penyebab masalah

· Mampu menilai alternatif yang terbaik dalam pem