b. Setiap
pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c. Materi
yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
d.
Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat
kelas.
2. Konstruksi
a. Menggunakan
kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b. Ada petunjuk
yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Setiap soal harus ada
pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik,
peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
3. Bahasa
a. Rumusan kalimat soal harus
komunikatif.
b. Menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar (baku).
c. Tidak
menimbulkan penafsiran ganda.
d. Tidak menggunakan bahasa
yang berlaku setempat/tabu.
e. Tidak mengandung
kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik.
Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian
diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu
uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu
soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep
tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya
perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomus (benar – salah atau 1 – 0).
Bentuk uraian
non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan
pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga
penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat
kesubjektifan dalam pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang
diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah “kesesuaian
isi dengan tuntutan pertanyaan”, maka skala yang disusun disesuaikan dengan
tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar