URGENSI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI *)
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat dan sudah memasuki babak
baru. Di semua aspek kehidupan manusia tidak luput akan kebutuhan dengan teknologi.
Perkembangan itu bisa menimbulkan dampak psikis seseorang, bila tidak diimbangi
dengan penguasaan mental yang baik, maka yang terjadi adalah sikap
apatis dan dilematis. Banyak manusia tergoda dan terjerumus pada pola-pola hidup instan yang semuanya cenderung masuk pada ranah
negatif.
Terjadinya kemerosotan moral yang
sering kita dengar dan lihat di pemberitaan sudah sangat pada titik kritis. Tawuran
antar desa, perkelahian pelajar, adu jotos, korupsi merajalela, kurang sopannya
individu pada individu lain dan masih banyak lagi. Kalau ini tidak segera ada
gerakan cepat tanggap darurat, maka seperti apa dunia ini.
Moral manusia
memang perlu dibenahi. Nafsu yang sudah kodrati sudah ada perlu diberdayakan
supaya bisa disetir oleh pola-pola akhlak yang bersumber dari nilai-nilai
agama. Tilar (1999:28) merumuskan hakikat pendidikan sebagai “ Suatu proses
menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik
yang memasyarakat, membudaya, dalam tatanan yang berdimensi lokal, nasional
dan global”. Eksistensi yang memasyarakat terjadi dalam proses internalisasai
nilai-nilai, pembaharuan ,dan revitalisasai (penyegaran ) moral.
Maka perlu sekali pendidikan sejak
dini. Bahkan sejak dalam kandungan perlu pendidikan. Dalam dimensi agama
bila sang ibu sedang mengandung, maka orang tua ada yang berusaha ( ikhtiar )
dengan membaca ayat-ayat suci dengan harapan anaknya kelak bila
di dunia menjadi anak yang bermoral tinggi dan bermartabat. Kalau dalam dunia
barat dalam proses pendidikan dalam kandungan oleh orang tuanya dibunyikan
musik-musik klasik dengan harapan jiwa sang anak kelak bertemperamen baik.
Konteks budi pekerti
asumsi kita adalah sesuatu yang berakhlak dan tingkah laku yang baik. Tetapi
sesungguhnya disamping hal tersebut pembentukan nilai-nilai jiwa manusia juga perlu
digarap. Fungsi pembentukan pribadi adalah satu fungsi pendidikan (Umar Tirta
Raharja dan La Sula,
l995). Fungsi tersebut merupakan aplikasi dari kejiwaan
pribadi manusia.
Sebagai
pendidik seyogyanya jangan segan – segan untuk membentuk jiwa-jiwa yang berbudi
pekerti luhur dalam setiap waktu dan kesempatan. Jangan kita hanya mengejar
aspek kognitif dan psykomotor saja tetapi faktor afektif juga sangat perlu
digarap. Dengan harapan bisa untuk menjawab pola kehidupan yang penuh tantangan dan mengglobal.
A. Hakikat Budi
Pekerti
Hawa
nafsu dan pamrih merupakan sumber kegelisahan dan penderitaan. Maka hawa nafsu
harus dikendalikan. Manusia harus bisa mengolah batinnya agar dapat mengatasi
segi lahiriahnya. Batinnya harus selalu dekat dengan Tuhan sebagai segala
sumber ketenangan. Budi yaitu pikiran yang jernih, Pekerti adalah tindakan atau
tingkah laku. Di mana tingkah laku dalam keseharian harus dibarengi dengan
pikiran yang jernih. Olah batin akan memunculkan budi yaitu pikiran yang jernih
yang memberikan aba-aba kepada cipta dan berpengaruh kepada rasa ( Suryo Negoro
, 2001). Panca indra jangan sampai bertentangan dengan aturan budi pekerti.
Pengertian pendidikan budi pekerti adalah usaha
sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan
nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap
dan perilaku yang luhur
(berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi
dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan (Haidar, 2004)
Abdul Fattah Hamid dalam
bukunya Pengendalian diri dan Dambaan Spiritual
menyebutkan adanya tingkatan kepribadian yang akan dilalui manusia untuk menuju
pada kesempurnaan hidup. Tingkatan kepribadian yang masih dipenuhi hawa nafsu
atau dipenuhi oleh roh raewani,nabati dan haewani adalah tingkatan
kepribadian
An-Nafs Ammarah dan An Nafs al Lawwamah.
Pada
tingkatan An Nafs Al Amarah manusia condong pada hasrat dan
kenikmatan dunia. Minatnya tertuju pada pemeliharaan tubuh, kenikmatan selera
jasamani dan pemanjaan ego.
Tingkatan
An Nafs Al Lawwamah di mana manusia sudah mulai bisa melawan
nafsunya walaupun masih suka terpengaruh hasrat fisik. Tujuan hidup yang tetap
belum bisa diraih. Masih terombang ambing oleh perubahan-perubahan yang ada.
Tingkatan An-Nafs al Mulhima,
manusia sudah menyadari cahaya sejati tiada lain adalah petunjuk Tuhan. Dia
selalu introspeksi untuk menjadi hamba yang lurus.
Tingkatan
An-Nafs al Qana’ah , Manusia telah mantap ,telah cukup apa yang
telah dimilikinya dan tidak tertarik mengambil milik orang lain.
Tingkatan
An-Nafs al Mutmainah, manusia telah menemukan kebahagiaan dalam
mencintai Tuhan. Dia telah mencapai kualitas terbaik dalam ketenangan dan
keheningan.
Tingkatan
An-Nafs al Rodiyah, manusia jiwanya telah puas dan tenang, dia
merasa bahagia karena Tuhan meridhoinya.
Tingkatan
An-Nafs al Kamilah, manusia moralnya telah sempurna yang telah
bersih dari semua hasrat kejasmanian sebagai hasil kesadaran murni akan
pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan.
Kewajiban
moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kesatuan terakhir sebagai hasil
kesadaran murni yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku hamba Tuhannya (
Sarjono, l992 :24-25). Seorang pendidik hendaknya selalu mengarahkan
segenap kemampuan untuk mendidik diri pribadi dan membentuk siswanya
sesuai kemampuan yang diberikan Tuhan untuk kebaikan sesama makluk. Seperti falsafah Jawa yang
mengatakan GURU adalah seorang yang bisa digugu dan
ditiru.
B. Mundurnya Budi Pekerti
Dalam konteks budi pekerti, sepertinya berbagai kalangan
telah berkata sepakat untuk mengatakan bahwa perilaku manusia sekarang
cenderung menurun atau perilaku tidak sesuai dengan harapan pranata moral
ketimuran.
Kita hendaknya melihat
pada obyek yang kita kenali yaitu anak-anak didik kita. Terjadinya kemunduran
perilaku Budi Pekerti ada beberapa faktor yang membentuknya, antara lain :
1.
Faktor intern, faktor yang berasal diri sendiri. Seseorang punya sifat,
watak bawaan yang berbeda-beda. Ada yang berwatak cenderung baik maupun yang
kurang baik. Yang bersifat dan watak
bawaannya kurang baik seharusnya bergumul dengan hal-hal yang positif sehingga
terjadi eliminir sifat tidak baiknya. Sering mawas diri dan berpikiran positif.
2.
Faktor ekstern, faktor yang berasal dari luar diri individu. Orang tua,
guru, teman dan lingkungan juga banyak andil dalam mempengaruhi pribadi
seseorang. Maka seseorang harus bisa menyaring dari faktor tersebut. Yang baik
diteladani dan yang kurang baik tidak usah ditiru.
Pengembangan nilai –
nilai moral yang baik dan beradab harus selalu diterapkan di setiap lini kehidupan. Para
stakeholder harus melakukan gerakan cepat nan bijaksana untuk menyikapinya. Jangan takut untuk hal yang baik. Tegakkanlah amar ma’ruf nahi
munkar. Kita sebagai pendidik haruslah menjadi pembawa panji-panji positif
untuk kebaikan anak didik kita.
B.
Upaya Peningkatan Kualitas Budi Pekerti.
Sering kali kita dihadapkan pada
permasalahan yang ditimbulkan dalam pembelajaran atau setelah pembelajaran.
Kodrat manusiawi yang terkandung disetiap insan yaitu nafsu-nafsu destruktif
seharusnya dieliminir sehingga terwujudlah tatanan moral yang diagungkan.
Solusi dalam menjawab setiap permasalahn budi pekerti harus selalu ada
jawabannya. Upaya peningkatan kualitas budi pekerti yang pertama dan utama
adalah subyek pembentuk budi pekerti. Guru yang bisa bersinonim
pemimpin haruslah dibekali konseptual yang bisa untuk dipedomani.
Sebagai
pedoman bagi pemimpin kita bangsa Indonesia oleh para pemikir telah
mengkonsep kepemimpinan ala Pancasila yang berkarakteristik sebagai berikut :
- Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, pemimpin dituntut mutlak berkeyakinan beragama, betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Hing Ngarso sung Tulada, di depan member teladan.
- Hing Madya mangun karsa, di tengah memberi dorongan.
- Tut Wuri Handayani,di belakang memberi kekuatan
- Waspada purba wasesa, pemimpin berwibawa, berkelebihan dan berkemampuan memprediksi masa depan.
6.
Ambeg parama arta, pemimpin bersifat pemurah
,dermawan, adil dan tidak sewenang-wenang.
7.
Prasaja, sederhana.
8.
Satya, harus loyal
9.
Hemat, tidak boros.
10.
Terbuka, harus komunikatif.
11.
Legawa, rela, ridho dan ikhlas.
12.
Ksatria, berbudi luhur dan mampu
mengendalikan diri.
Konsep tersebut harus
bisa diwujudkan dalam tatanan pembelajaran oleh pendidik. Dalam pembentukan
masyarakat madani dibutuhkan pemimpin yang berperilaku rasuli. Perilaku Rasuli mempunyai sifat sidiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabliq (dapat menyampaikan), dan fatonah (cerdas). Serta
dibekali kemampuan irsyatul qolbi,
tarbiyatul Ummah, dan uswatun hasanah.
Upaya
selanjutnya adalah pemberdayaan perilaku positif serta kejiwaannya siswa dalam
setiap kesempatan dan wahana. Wahana yang paling tepat adalah proses pendidikan
di sekolah, karena guru punya wewenang otoritas untuk
mengaktualisasikan kemampuan yang ada dengan rambu-rambu sekolah yang berlaku.
Guru bisa menerapakan sanksi bagi siswa bila terdapat pelanggaran tatanan
sekolah (tata tertib ).
Dan
yang tidak kalah pentingnya terdapat mata pelajaran Budi Pekerti yang mandiri.
Dengan perencanaan yang matang dan pembelajaran yang baik ditunjang sarana dan
prasarana yang memadai diharapkan output akan sesuai dengan tujuan. Pemerintah
memang tidak boleh tinggal diam dalam hal ini bila ingin warga negaranya
berbudi luhur untuk mengimbangi kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin
dahsyat. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bisa cenderung negatif bila pemakainya
berbasis hal yang berbau negatif. Kita harus menjadi promotor penyeimbang
supaya dunia semakin kondusif.
D. Kendala Aplikasi
Dalam setiap jenjang kehidupan terjadi proses pembudayaan. Proses
pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Pewarisan tradisi
budaya disebut proses enkulturasi, sedangkan proses adopsi
tradisi budaya dikenal sebagai proses
akulturasi. Kedua proses tersebut terjadi dalam suatu komunitas
kehidupan dalam pembentukan budaya.
Proses
enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga. Proses melalui orang tua
kepada anak-anaknya. Sedangkan proses alkulturasi terjadi secara formal melalui
pendidikan. Banyak orang berpendapat bahwa budayanya dipandang sebagai suatu
yang masih rendah tingkatannya. Di
lingkup sekolah sering terjadi pembudayaan yang sering bertentangan dengan
tradisi budaya sendiri. Sehingga dampak pendidikan formal adalah siswa atau lulusan yang sama sekali
tidak dapat menghargai bentuk pengetahuan dan kekayaan tradisional dalam
komunitas budayanya ( Abuso, 1998 ).
Kendala aplikasi proses pembudayaan
budi pekerti pada komunitas menengah ke atas terjadi benturan. Salah satu
contoh bagi keluarga berpengalaman walau dikomunitas Jawa sering orang tua (
senior ) menanamkan budaya komunikasi dengan bahasa Indonesia. Bahkan dikota-kota besar
di Jawa ini sudah menjadi tradisi yang membudaya. Bahasa Indonesia sebagai
komunikasi pasar walau tidak diajarkan (dibiasakan), secara alamiah anak akan bisa dan
terbiasa sendiri. Ini ditunjang seringnya anak melihat televisi dan anak bila di sekolah yang memang harus berkomunikasi dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam
pembelajaran.
Penekanan
bahasa di lingkup komunitas Jawa sebaiknya berbahasa Jawa halus ( kromo inggil ), karena akan mendidik
budi pekerti yang baik. Sebagai ilustrasi saja tidak ada orang bertengkar
berkomunikasi dengan krama inggil. Ini efek samping yang
bisa kita petik dari pembudayaan enkulturasi. Tapi kendala yang kita hadapi
sering berbenturan dengan berbagai kepentingan dan tendensi.
Di
jalur pendidikan formal mata pelajaran budi pekerti memang tidak ada sama
sekali. Budi pekerti mendompleng pada mata pelajaran lain seperti PKn, Bahasa
Jawa, dengan alokasi waktu yang sangat sedikit. Mata pelajaran pendidikan budi pekerti
memang idealnya berdiri sendiri yang dilakukan dengan cara bijaksana disiplin
tinggi maka yang terjadi adalah pribadi-pribadi siswa yang baik dan
tidak terjadi penyempitan pembuluh budi pekerti.
Kendala berikutnya yang banyak ikut andil di dalamnya
adalah terjadinya pendangkalan pengetahuan dan aplikasi budi pekerti dari jiwa pendidik
( guru ) walau dalam skala kecil. Sebagai contoh kecil guru sekarang kurang
bisa bisa menguasai bahasa Jawa Krama .
Maka dalam pembelajarannya sering terjadi kurang percaya diri bila menemui
pembelajaran krama inggil. Ki Hadjar
Dewantara pun menandaskan, “Alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan.
Kita hidup dalam alam-alam khusus yang saling berhubungan dan mempengaruhi.
Alam khusus tersebut adalah alam diri, alam bangsa, dan alam kemanusiaan.” (Perjuangan
dan Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara, 2004)
E. Teknik dan Upaya Peningkatan Pendidikan Budi Pekerti
Sebagamana yang tercantum dalam penjelasan di depan semuanya mengcu
bagaimana peningkatan dalam konsep dan aplikasi budi pekerti. Konsep akan berhasil bila dibarengi dengan
perencanaan yang matang dan terarah. Sedangkan dalam aplikasi pendoktrinan
budi pekerti perlu kebijakan-kebijakan yang tidak saling berbenturan
dengan berbagai situasi dan kondisi. Ini perlu disadari dan didasari oleh para
pelaku pendidikan budi pekerti.
Untuk
mencapai hasil yang optimal perlu kiat-kiat atau teknik yang tepat guna dan
sasaran dimana tidak menimbulkan problematika. Teknik yang perlu diadakan
antara lain :
1.
Kenali akar permasalahan .
2.
Susunlah langkah kebijakan yang
proposional.
3.
Ajaklah beberapa teman untuk
berdiskusi tentang kebijakkan tersebut.
4.
Terapkan hasil diskusi dengan
penuh kebijakan.
5.
Evaluasi dari aplikasi .
6.
Refleksi dan tindak lanjut
untuk langkah kondusif ke depan.
Sedangkan upaya yang
harus ditempuh untuk pendoktrinan Pendidikan Budi Pekerti antara lain :
1.
Melalui lembaga untuk
penyampaian pentingnya pendidikkan budi pekerti untuk ditindak lanjuti oleh
lembaga diatasnya .
2.
Seminar , lokakarya , penataran
dan pelatihan tentang budi pekerti.
3.
Penerapan pendidikan budi
pekerti melalui mata pelajaran khusus Budi Pekerti dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi.
4.
Sosialisasi tentang budi
pekerti kepada semua khalayak baik dilingkungan pemerintahan atau di masyarakat
biasa.
5.
Pemberdayaan masyarakat untuk
ikut berkecimpung dalam pendidikkan budi pekerti.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti
dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:
1.
Keteladanan
Dalam setiap kegiatan, guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga
pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di
sekolah. Bila guru ingin
mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus mampu
menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya. Bila hendak mengajarkan tentang kedisiplinan kepada
murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih
dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
2.
Kegiatan spontan.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara
spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru
mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti berkelahi
dengan temannya. Maka
guru secara spontan harus menanamkan nilai-nilai moral dengan bijaksana. Misalkan
bila bertengkar harus saling memaafkan.
3.
Teguran.
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku
buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru
dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
4.
Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui
penyediaan sarana fisik yang dapat menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti. Contohnya ialah dengan
penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang
mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang
ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap
peserta didik.
5.
Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta
didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas untuk
mengajarkan budaya antri, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan
salam bila bertemu dengan orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat
belajar.
Dengan diketahuinya teknik
dan upaya tersebut diharapkan kehidupan di dunia ini dipenuhi oleh perilaku yang mengagungkan budi
pekerti yang baik. Kehidupannya akan menimbulkan energi positif yang bisa
mendayagunakan diri pribadi dan orang lain yang pada akhirnya semua kehidupan
akan penuh berkah..
Maka supaya hidup ini penuh berkah kembali, manusianya harus : segeralah
bertaubat; tetaplah bersyukur; jauhi dosa; bersahabat dengan
alam, jangan pernah merusak; teruslah berusaha dan berdoa ( Majalah Aham 1426 :10-12 ).
*) Kastowo, S.Pd.SD, M.Pd Pengawas TK/SD Kec. Winong
DAFTAR PUSTAKA
Budiwati,
Yulia, dkk, 2003. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta
: Pusat Penerbitan Universitas terbuka.
Kaligis,
J.R.E, 2005. Pendidikan Lingkungan Hidup, Jakarta
: Universitas Terbuka.
Majalah
Aham, 1426 . Agar Hidup ini Kembali Barokah, Kediri : Qolamuna.
Mikarsa,
Hera Lestari, 2004. Pendidikan Anak di SD , Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
http://belajarpsikologi.com/pendidikan-budi-pekerti
Email: kastowojatilawang@yahoo.com
Web :
jatilawang-tulisan.blogspot.com
pakdetowo.blogspot.com
FB : Kastowo Jatilawang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar