A.
Latar
Belakang
Kurikulum merupakan hal
yang sangat diperlukan dalam pendidikan. Kurikulum bisa digunakan sebagai acuan
dalam kegiatan pendidikan. Dalam perkembangannya sebagai
sebuah displin ilmu para ahli pendidikan tidak pernah henti-hentinya
menghasilkan berbagai rumusan, konsep tentang kurikulum dan dari waktu ke waktu
defenisi, tujuan, landasan, rumusan kurikulum selalu mengalami perkembangan yang
tujuannya adalah untuk peningkatan
kualitas peserta didik yang disesuaikan dengan berbagai tuntutan dan kebutuhan
dengan menjadikan kurikulum sebagai alat/sarana untuk mencapainya.
Secara
umum kajian-kajian tentang kurikulum terdiri dari tiga hal pokok yaitu
perencanaan kurikulum, pelaksanaan/impelemtasi kurikulum dan evaluasi
kurikulum, tiga aspek utama ini selalu menjadi topik-topik menarik menarik yang
dibahas baik dalam kesempatan diskusi, seminar, penelitian yang menghasilkan
temuan-temuan baru untuk memperkaya konsep kurikulum. Pertama dalam wilayah perencanaan kurikulum
di negara kita semenjak tahun 1962 hingga sekarang telah terjadi tujuh kali
pergantian kurikulum yang dimulai dari tahun 1962, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, dan 2006 yang selalu identik dengan pergantian kementrian pendidikan
sehingga muncul opini publik setiap pergantian menteri selalu terjadi
pergantian kurikulum, namun bila ditinjau dari karaktersitik kurikulum itu dan
tuntutan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat maka pergantian kurikulum
tidak perlu disikapi secara skeptis dan apatis karena pada hakekatnyapergantian
itu dapat juga dipahami sebagai sebuah
proses perubahan untuk menghadirkan kurikulum yang lebih relevan. Kedua pada
wilayah implementasi kurikulum juga sejalan dengan perencanaan kurikulum
mengalami perubahan sebanyak tujuh kali karena kurikulum yang diimplementasikan
adalah kurikulum yang telah direncanakan, implementasi kurikulum intinya adalah
pelaksanaan proses belajar mengajar itu sendiri yang didalamnya terdapat
rencana pembelajaran, silabus, materi, media dan sumber belajar, strategi
pembelajaran dan evaluasi, akselerasi yang cukup tinggi pada wilayah
implementasi terjadi pada strategi/metode/pendekatan/model pembelajaran baik
yang ditinjau dari sisi guru maupun
ditinjau dari sisi siswanya. Arends (2008;261-321) mengidentifikasi
setidaknya terdapat tiga model pengajaran interaktif yang berpusat pada guru
yaitu (1) presentasi atau penjelasan (2) pengajaran langsung (3) pengajaran
konsep, sedangkan model pengejaran interaktif yang berpusat pada siswa terdiri
atas (1) cooperatif learning (2) problem based learning (3) diskusi kelas,
Print (1988;164) mencatat setidaknya tujuh strategi belajar yang dapat
dipergunakan dalam aktifitas belajar yaitu: (1) strategi ekspostori yaitu sebuah strategi yang
memperlihatkan arus informasi berlangsung dari sumber belajar kepada siswa, (2)
strategi interaktif yaitu strategi yang
menghendaki adanya pertukaran antara sumber belajar dengan siswa, (3)
strategi small group teaching yaitu
strategi yang menitikberatkan pada partisipasi kelompok, (4) strategi inquiry
teaching yaitu strategi yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah, (5)
strategi individualisation yaitu strategi dengan melihat kemampuan siswa dalam menyelsaikan
tugas yang disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, (6) strategi models of reality yaitu strategi yang
menyertakan siswa dalam replikasi pada dunia nyata, (7) Strategi model Reality yaitu strategi yang
menyertakan siswa, institusi diluar pendidikan dan sejumlah pengalaman belajar.
Ketiga wilayah evaluasi kurikulum yang
akan memberikan sejumlah informasi yang penting bagi perancang dan pengembang
kurikulum menyangkut kelemahan dan kekuatan sebuah kurikulum yang telah
dirancang dan diimplementasikan sehinggainformasi ini akan sangat berguna untuk
pengambangan dan perubahan kurikulum
dimasa yang akan datang sekaligus sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan
Indonesia dalam menciptakan manusia Indonesia yang bermutu dan berdaya saing
dalam persaingan global.
Fenomena menarik yang perlu
dicermati dari tiga kawasan kurikulum ini sebagaimana diungkapkan oleh Hasan
(2008) adalah pertama pengembangan setiap kurikulum terencana dengan baik hanya
untuk `curriculum construction` yang
menghasilkan dokumen kurikulum tetapi
tidak terencana dengan baik untuk `curriculum implementation` dan `curriculum evaluation`, kedua pengembangan kurikulum baru dalam
bentuk konstruksi kurikulum tidak memiliki kesinambungan dengan kurikulum
sebelumnya ketiga pengembangan kurikulum
baru dilakukan hanya memperhatikan satu aspek tuntutan yaitu karena ketertinggalan kita dalam dunia
ilmu
Rendahnya pemahaman guru terhadap kurikulum
merupakan persoalan lebih besar yang perlu diatasi secepatnya. Guru kurang paham
kurikulum 2004 karena sosialisasinya yang tidak lancar, tidak merata dan tidak
mendalam sehingga banyak guru yang masih bingung inti dari kurikulum dan
bagaimana melaksanakannya. Karena banyak guru belum bisa menjalankan perannya
sebagai fasilitator, mereka akhirnya kembali pada metode pembelajaran
konvensional yang telah mereka kenal sebelumnya. Guru dan buku teks pelajaran
menjadi sumber informasi tunggal sementara murid diharuskan menerima semua
informasi yang disampaikan guru.
Sebelum suatu kurikulum diberlakukan,
pemerintah harus menyiapkan para guru agar nanti dapat melaksanakan kurikulum
baru tersebut dengan jelas, benar, dan bertanggung jawab. Langkah–langkah yang
mungkin harus dilakukan pemerintah dalam menyiapkan guru agar profesionalitasnya
dapat dipertanggungjawabkan untuk mengelola Kurikulum adalah memberikan
pemahaman kepada guru tentang isi dan hakikat.
Oleh karena itu, pemerintah jangan
mengira guru akan mengetahui kurikulum baru tersebut dengan sendirinya. Ada
baiknya, untuk mempercepat sosialisasi dan teks kurikulum yang baru diperbanyak
untuk semua guru di Indonesia. Lalu, orang-orang yang sudah ditatar oleh
pemerintah dengan kurikulum baru itu diterjunkan ke seluruh daerah untuk
membantu sosialisasi. Diharapkan dengan diberlakukannya kurikulum baru 2006
tersebut, proses pembelajaran di setiap sekolah akan memperhatikan potensi dan
bakat yang dimiliki oleh anak didik. Dengan demikian guru bukan hanya mencekoki
murid (teacher oriented), akan tetapi menitikberatkan pada pola belajar siswa
aktif atau active learning. Guru tidak hanya sekadar cerceramah, komunikasi
berjalan dua arah dan sebanyak mungkin dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dikemukakan di atas maka masalah pokok yang diangkat dalam makalah ini
adalah :
1. Bagaimanakah strategi pengembangan kurikulum ?
2. Bagaimanakah
strategi pembelajaran secara optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa?
C.
Pembahasan
1. Pengertian Kurikulum
Dalam kamus Webster
(1856) yang dikutip oleh Nasution (2006:1) istilah kurikulum berarti
“ 1. a race cource; a place for
running;a chario, 2. a cource of study in a university”. Kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh
pelari atau kereta dalam perlombaan dari awal sampai akhir, kurikulum juga
berarti chariot semacam kereta pacu pada zaman dulu yang membawa seseorang dari
strart sampai finish. Kamus webster juga memberikan penjelasan bahwa kurikulum
yang digunakan dalam pendidikan didefenisikan sebagai sejumlah mata pelajaran
di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, kurikulum
juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga
pendidikan.
2. Beberapa Istilah
dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan
kurikulum (Curriculum development), perbaikan kurikulum (Curriculum
improvement), perencanaan kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum
(curriculum implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
Pengembangan
kurikulum dan perbaikan kurikulum merupakan istilah yang mirip tetapi tidak
sama . Pengembangan kurikulum merupakan istilah yang lebih komprehensif, di
dalamnya termasuk perencanaan, penerapan, dan evaluasi dan berimplikasi pada
perubahan dan perbaikan. Sedangkan perbaikan
kurikulum sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum, walaupun
beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan. Perencanaan kurikulum adalah fase
pre-eliminer dari pengembangan kurikulum. Pada saat pekerja kurikulum membuat
keputusan dan beraksi untuk menetapkan rencana yang akan dilaksanakan oleh guru
dan siswa. Jadi perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain. Evaluasi kurikulum merupakan fase
terakhir dalam pengembangan kurikulum di mana hasilnya diases dan keberhasilan
pebelajar dan program ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih rinci pada
langkah-langkah pengembangan kurikulum.
3. Strategi
Pengembangan Kurikulum
Pegembangan
kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran
(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection
of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar
(organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
a. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
(instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan
tujuan pembelajaran. Tahap
yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah
memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of
society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah merumuskan
tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan
landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua
landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi
pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar
(psychology of learning), dan tahap terakhir adalah merumuskan precise
education atau kompetensi dasar (KD)
b. Merumuskan dan Menyeleksi
Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami
definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of
learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau
dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning
activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang
ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan
psikologi belajar.
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip
tersebut adalah pertama, pengalaman belajar
yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai, kedua,
pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari
pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil, ketiga,
reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk
mengalaminya (terlibat), keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dan kelima,
pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran
(outcomes).
c.
Mengorganisasi
Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik
untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal
penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan,
perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat.
d.
Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan
kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana
data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem.
Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum.
Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset
sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana
kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe
evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset
adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana
kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi
sumatif (outcome atau produk).
4.
Strategi Pembelajaran
a. Perubahan Pendekatan
Strategi Pembelajaran
Secara singkat berikut ini berbagai
perubahan pendekatan yang pernah kita laksanakan untuk mencari strategi
pembelajaran dan pendidikan yang tepat:1). Program
Pengembangan Sistem Instruksional ( PPSI ) Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI) adalah salah satu pendekatan dalam mendesain suatu program
pembelajaran khususnya berguna sebagai acuan untuk menyusun Rencana
Pembelajaran atau Satuan Pembelajaran oleh guru (Hamalik, 2005).
Terdapat kritik terhadap implementasi PPSI dikalangan para
guru. Prosedur ini membawa konsekuensi terhadap beban kerja guru dan juga
Kepala Sekolah bertambah di bidang pengadministrasian dokumen seperti
penyusunan satuan pembelajaran yang detil, termasuk penyusunan alat evaluasi
yang harus dapat mengukur tujuan pembelajaran. Sehingga bukannya tidak mungkin,
guru harus merevisi rancangan atau satuan pembelajarannya agar seluruh komponen
sesuai dan yakin dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pada saat itu,
hal tersebut dirasakan cukup berat dikaitkan dengan pendapatan yang tidak
seimbang (Hamalik, 2005). Juga yang dikemukakan oleh Soedijarto dalam penerapan
PPSI saat pelaksanaan kurikulum 1975, yang terlalu menaruh harapan tinggi
terhadap guru yang menerapkan PPSI yang sebenarnya harus dilakukan oleh tenaga
profesional, sehingga dibutuhkan peningkatan kompetensi dan keahlian yang
mendasar dari profesi guru (http://www.jakartateachers.com/4429.htm).
2). Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau dalam bahasa Inggris disebut student active
learning adalah satu pendekatan belajar yang memfokuskan pembelajaran pada
siswa. Pendekatan ini mulai dikenal pada pertengahan tahun 80an sebagai jawaban
terhadap keluhan masyarakat bahwa pembelajaran di kelas lebih teacher oriented
dengan banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif. Dalam
CBSA, siswa terlibat aktif baik secara fisik, mental, intelektual, dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang optimal. 3). Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK )
Munculnya KBK sebagai pendekatan belajar adalah sebagai implikasi diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM) adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan seluruh masyarakat sekolah secara langsung sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Susilana, 2009). 4). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )
Sejarah KTSP dimulai dari lahirnya kurikulum 2004 yang disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum 2004 sendiri hadir seiring dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyiratkan semangat desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Dalam perjalanannya dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan dari kebijakan desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan penyelenggaraan pendidikan. Dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Menurut E. Mulyasa ( 2006 : 22 ), secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Kande (2008) menguraikan apabila dikaitkan antara standar isi dengan standar kelulusan, seharusnya keduanya berjalan serasi. Namun ketika kompetensi yang ditetapkan tersebut hanya diukur dari satu sudut pandang saja melalui Ujian Nasional dengan sangat mengecilkan arti dari ketentuan dalam PP Nomor 19 tahun 2005 Pasal 27 Ayat 1 bahwa peserta didik dinyatakan lulus tidak hanya diukur dari hasil Ujian nasional saja, maka implementasi KTSP masih tidak sesuai dengan aturan. http://re-searchengines.com/frederik0608.html
Munculnya KBK sebagai pendekatan belajar adalah sebagai implikasi diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM) adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan seluruh masyarakat sekolah secara langsung sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Susilana, 2009). 4). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )
Sejarah KTSP dimulai dari lahirnya kurikulum 2004 yang disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum 2004 sendiri hadir seiring dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyiratkan semangat desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Dalam perjalanannya dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan dari kebijakan desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan penyelenggaraan pendidikan. Dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Menurut E. Mulyasa ( 2006 : 22 ), secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Kande (2008) menguraikan apabila dikaitkan antara standar isi dengan standar kelulusan, seharusnya keduanya berjalan serasi. Namun ketika kompetensi yang ditetapkan tersebut hanya diukur dari satu sudut pandang saja melalui Ujian Nasional dengan sangat mengecilkan arti dari ketentuan dalam PP Nomor 19 tahun 2005 Pasal 27 Ayat 1 bahwa peserta didik dinyatakan lulus tidak hanya diukur dari hasil Ujian nasional saja, maka implementasi KTSP masih tidak sesuai dengan aturan. http://re-searchengines.com/frederik0608.html
Bila
kecenderungan membuat kebijakan yang mewajibkan pengajar menerapkan srategi
pembelajaran tertentu akan terus berlanjut pada masa yang akan datang maka
pengajar akan pasif dan tidak inovatif. Sementara itu pembuat kebijakan akan
terus disibukkan mencari dan menginstruksikan penerapan kebijakan baru dari
waktu ke waktu agar disebut inovatif. Di sisi lain para guru tidak pernah
mendapat kesempatan mengaplikasikan kebijakan tersebut karena keterbatasan
waktu dan sumberdaya pendukung di sekolah masing–masing.
b. Srategi Pembelajaran yang Inovatif
Pembelajaran disebut efektif bila dapat memfasilitasi peserta
didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Untuk itu pengajar
perlu menyusun strategi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan
mampu membuatnya mencapai kompetensi yang di tentukan dalam tujuan pembelajaran.
Suparman (2004) menjelaskan tentang pengembangan strategi instruksional yang
dapat dilakukan oleh pengajar untuk menciptakan situasi pembelajaran yang
mendukung pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
D. Penutup
Pegembangan
kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran
(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection
of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar
(organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating). Bila
kecenderungan membuat kebijakan yang mewajibkan pengajar menerapkan srategi
pembelajaran tertentu akan terus berlanjut pada masa yang akan datang maka
pengajar akan pasif dan tidak inovatif. Sementara itu pembuat kebijakan akan
terus disibukkan mencari dan menginstruksikan penerapan kebijakan baru dari
waktu ke waktu agar disebut inovatif. Di sisi lain para guru tidak pernah
mendapat kesempatan mengaplikasikan kebijakan tersebut karena keterbatasan
waktu dan sumberdaya pendukung di sekolah masing–masing.
Daftar
Pustaka :
Abdullah
Idi.1988 .Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Arends, Richard. 2007. “learning to
Teach”, Avenue of the Americas New York, NY 10020: McGraw-Hill Companies, Inc
1221.
Atkinson, et al .1995. Management
Accounting. Second Edition. Prentice Hill. Richard D Irwin, Inc. Pillipines
Brady, Laurie.1992. Curriculum
Development (Thirfd Edition). Australia. Prentice Hall
Deal, et all. 1999. Shaping School
Culture; The Heart of Leadership. San
Francisco : Jossey_Bass Publisher Cohen, L. (1978). Educational Research in Classroom and Schools
: A Manual of Materials and Methods. New York :Harper & Row Publisher.
Depdiknas.
2004. Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta Depdiknas.
Fullan,
M.G. 1991. The New Meaning of Education
Change. New York: Teacher
College Press Published.
Gaspers, Vincent. (2002. Sistem
Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk
Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta. Gramedia
Hamalik, 2006. Manajemen
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
Iskandar
Wiryokusumo.1988,, Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta:
Bina Aksara,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar