Metode
Penelitian Sosiologi Pendidikan (Teori Mikro)
1. Teori
Fenomenologi
Perspektif Fenomenologi
Penelitian yang menggunakan
pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna perristiwa serta
interaksi pada orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Pendekatan ini
menghendaki adanya sejumlah assumsi yang berlainan dengan cara yang digunakan
untuk mendekati perilaku orang dengan maksud menemukan “fakta” atau “penyebab”.
Jika peneliti menggunakan perspektif fenomenologi dengan paradikma definisi sosial biasanya peneliti ini bergerak pada kajian mikro. Perspektif fenomenoligi dengan paradigm definisi sosial ini akan member peluang individu sebagai subjek penelitian (informan penelitian) melakukan interpretasi terhadap intepretasi itu sampai mendapatkan makna yang berkaitan dengan pokok masalah penelitian, dalam hal demikian Berger menyebutnya dengan first order understanding and second order understanding. Pendekatan fenomenologi mengakuai adanya kebenaran empiric etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelasskan serta berargumentasi. Akal budi ini mengandung makna bahwa kita perlu menggunakan criteria lebih tinggi lagi dari sekedar true or false (Muhadjir, dalam Tjipto 2009: 68).
Jika peneliti menggunakan perspektif fenomenologi dengan paradikma definisi sosial biasanya peneliti ini bergerak pada kajian mikro. Perspektif fenomenoligi dengan paradigm definisi sosial ini akan member peluang individu sebagai subjek penelitian (informan penelitian) melakukan interpretasi terhadap intepretasi itu sampai mendapatkan makna yang berkaitan dengan pokok masalah penelitian, dalam hal demikian Berger menyebutnya dengan first order understanding and second order understanding. Pendekatan fenomenologi mengakuai adanya kebenaran empiric etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelasskan serta berargumentasi. Akal budi ini mengandung makna bahwa kita perlu menggunakan criteria lebih tinggi lagi dari sekedar true or false (Muhadjir, dalam Tjipto 2009: 68).
1. Teori
Interaksi simbolis
Interaksi simbolik dalam sosiologi
pendidikan juga menunjang dan mewarnai aktifitass akademik riset kualitatif.
Bagian penting dalam interaksi simbolik adalah konstruksi antara diri pribadi
(self). Dalam membentuk atau mendefinisikan diri, orang berusaha melihat
dirinya sebagaimana orang-orang lain melihat dirinya dengan menafsirkan gerak
isyarat dan perbuatan yang ditunjukkan kepadanya dan dengan jalan menampatkan
dirinya pada peranan orang lain.
Menurut Noeng Muhadjirin dalan Tjipto (2009: 81) konsep interaksi simbolik bertolak pada tujuh posisi dasar, yaitu:
Menurut Noeng Muhadjirin dalan Tjipto (2009: 81) konsep interaksi simbolik bertolak pada tujuh posisi dasar, yaitu:
1)
Bahwa
perilaku manusia itu mempunyai .makna dibalik yang menggejala, sehingga diperlukan metoda untuk mengungkapkan perilaku yang
terselubung
2) Pemaknaan kemanusiaan manusia perlu dicari sumbernya pada interaksi sosial manusia. Manusia membangun lingkungannya, manusia membangun dunianya, dan kesemuanya dibangn berdasrkan simpati, dengan bentuk tertinggi mencintai sesama manusia dan mencintai Tuhan
2) Pemaknaan kemanusiaan manusia perlu dicari sumbernya pada interaksi sosial manusia. Manusia membangun lingkungannya, manusia membangun dunianya, dan kesemuanya dibangn berdasrkan simpati, dengan bentuk tertinggi mencintai sesama manusia dan mencintai Tuhan
3)
Bahwa masyarakat manusia itu merupakan proses yang berkembang holistik, tidak
terpisah, tidak linier, dan tidak terduga.
4)
Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan penafsiran fenomenologik, yaitu
berlangsung atas maksud, pemaknaan dan tujuan, bukan di tujukan atas proses
mekamik atau otomatik, perilaku manusia bertujuan dan tidak terduga.
5) Konsep mental manusia itu berkembang dialektik, mengakui adanya tesis, antithesis, dan sintesis, sifatnya idealitik bukan materialistik.
5) Konsep mental manusia itu berkembang dialektik, mengakui adanya tesis, antithesis, dan sintesis, sifatnya idealitik bukan materialistik.
6)
Perilaku manusia itu wajar, dan konstruktif kreatif, bukan elementer reaktif
7) Perlu di gunakan metoda instrospeksi simpatetik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna (Muhadjir, dalam Tjipto 2009: 82).
7) Perlu di gunakan metoda instrospeksi simpatetik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna (Muhadjir, dalam Tjipto 2009: 82).
Dari
perspektif simbolik, semua organisasi sosial terdiri dari para pelaku yang
mengembangkan definisi tentang suatu situasi atau prspektif lewat proses
interpretasi dan mereka bertindak dalam makna definisi tersebut.
2. Teori
Etnografi
Menurut Bogdan dan Bilken dalam
Tjipto (2009: 83) dijelaskan bahwa kerangka kerja yang digunakan dalam
melaksanakan studi antropologi adalah onsep tentang kebudayaan (the concept of
culture). Usaha untuk mendiskripsikan budaya atau aspek budaya disebut
(ethnography). Budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh seseorang dan
digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman yang menghassilkan sesuatu
(Spradly dalam Tjipto, 2009: 83).
Beberapa antropologi mendefinisikan
kebudayaan sebagai “Pengetahuan perolehan yang digunakan orang untuk
menafsirkan pengalaman dan membuahkan tingkahlaku” (Spradly dalam Tjipto, 2009:
83). Dalam pengertian ini budaya merangkum apa yang dilakukan orang, dan
barang-barang yang dibuat dan dipergunakan. Untuk mendiskripsikan budaya dalam
perspektif ini, seorang peneliti meungkin berfikif tentang perristiwa dan
kemudian menjelaskan peristiwa itu (menjelaskan tingkahlaku orang dengan jalan
mendiskripsikan apa yang dialaminya).
Peneliti Etnografi agar dapat mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Peneliti Etnografi agar dapat mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Peneliti dituntut memiliki
pengetahuan dan dedikasi yang tingi, sebab etnografi
diperlukan pengamatan, interaksi
dengan responden, atau anggota komunitas tertentu dalam waktu yang relative
lama.
2)
Etnografi
umumnya tidak tertarik dengan generalisasi seperti pada penelitian psikometrik, tetapi lebih tertarik untuk memotret kondisi
apa adanya.
3) Fokus etnografi adalah situasi nyata dan setting secra alamiah dimana orang beraktifitas dan berhubungan sosial dengan anggota masyarakat lainnya.
4) Etnografi menempatkan pada perlunya koleksi dan interpretasi data dari hipotesis yang sudah diterapkan.
3) Fokus etnografi adalah situasi nyata dan setting secra alamiah dimana orang beraktifitas dan berhubungan sosial dengan anggota masyarakat lainnya.
4) Etnografi menempatkan pada perlunya koleksi dan interpretasi data dari hipotesis yang sudah diterapkan.
5) Etnografi bergerak dari data dalam mencari hipotesis,
bukan hipotesis mencari data.
Dari hipotesis yang dibangun peneliti, etnografi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Naturalistic Ecological Hypotheses (NEH) dan Qualitative Phenomenological Hypothesis (QHP). Naturalistic Ecological Hypothesis menyatakan bahwa konteks duania perilaku terjadi pada subjek yang diteliti, memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku subjek tersebut. Sedangakan dalam penelitian Qualitatif Phenomenological Hypothesis lebih mengkonsentrasikan etnografi dibnding dengan psikometrik, karena peneliti lebih percaya bahwa perilaku manusia tidak dapat dimengerti dengan lebih baik tanpa meleburkan diri bersama (incorporating) kedalam pengamatan persepsi subjek serta system kepercayaan diri mereks yang terlibat dalam penelitian.
Dari hipotesis yang dibangun peneliti, etnografi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Naturalistic Ecological Hypotheses (NEH) dan Qualitative Phenomenological Hypothesis (QHP). Naturalistic Ecological Hypothesis menyatakan bahwa konteks duania perilaku terjadi pada subjek yang diteliti, memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku subjek tersebut. Sedangakan dalam penelitian Qualitatif Phenomenological Hypothesis lebih mengkonsentrasikan etnografi dibnding dengan psikometrik, karena peneliti lebih percaya bahwa perilaku manusia tidak dapat dimengerti dengan lebih baik tanpa meleburkan diri bersama (incorporating) kedalam pengamatan persepsi subjek serta system kepercayaan diri mereks yang terlibat dalam penelitian.
Muhyi Batu Bara. 2004. Sosiologi
pendidikan, Jakarta: PT. Ciputat Press
Subadi, Cipto.2009. Sosiologi dan
Sosioogi Pendidikan. Kartasura : Fairus Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar