PERMENDIKBUD

Sabtu, 06 Oktober 2018

BABAD JATILAWANG

Bismillahirrohmanirrohim. mohon maaf bila saya menulis ini kurang pas. bisa ada salah sekali lagi mohon maaf kepada semuanya saja. babad ini ditulis berdasarkan tutur tinular dan supaya menarik juga ada langkah imajiner. cerita ini ditulis dukarenakan anak saya diberi tugas gurunya untuk menceritakan cerita di desanya. dan saya unggah di blog ini supaya tidak hilang dan bisa diakses oleh siapa saja baik masa kini dan masa yang akan datang. bila ada yang kurang pas bisa memberi komentar pada kolom komentar di bawah. Terima kasih dan selamat membaca.

BABAD JATILAWANG
Dukuh Jatilawang termasuk wilayah Desa Pucakwangi. Desa Pucakwangi terdiri dari 4 Rukun Warga (RW). Yang termasuk RW 01 meliputi Dukuh Balong, Dukuh Gandu, Dukuh Banjeng. RW 01 ini termasuk daerah perkotaan karena ibu kota kecamatan pucakwangi terletak di Dukuh Balong.
RW 02 meliputi Dukuh Jatilawang. Dukuh Jatilawang terdiri dari dua lokasi yaitu Jatilawang kulon kali yang letaknya di sebelah barat sungai Jatilawang dan Jatilawang Etan Kali yang letaknya di sebelah timur kali/sungai Jatilawang. Dukuh Jatilawang ini termasuk perdukuhan yang paling luas dan penduduknya paling banyak di antara penduduk dalam wilayah Desa Pucakwangi.
RW 03 meliputi Dukuh Pucakwangi, Dukuh Geneng, Dukuh Ngledok dan Jatilawang Kidul Kalen. Sedangkan RW 04 meliputi Sambirowo dan Dukuh Budeng.


Dukuh Jatilawang yang konon cerita adalah merupakan daerah besar dalam sejarah masuknya agama Islam di Wilayah Tenggara Pati. Dikatakan sjarah besar karna disinyalir ada ulama besar yang merupakan murid dari seorang ulama besar dan kharismatik dari Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Sang ulama tersebut tiada lain adalah Simbah KH. Mutomakim Kajen. Murid beliau menurut tutur tinular diminta untuk menyiarkan agam Islam di wilayah tenggara Kabupaten Pati.  Jatilawang yang pada saat itu belum bernama Jatilawang masih berupa alas/hutan belantara yang gung liwang Liwung (tanpa penghuni). Hutan jati yang sangat besar dan luas yang sangat asri sejuk rindang dan pasti sangat menenteramkan jiwa bagi yang datang ke situ.
Walau begitu sang ulama yang mumpuni dalam agama yang merupakan utusa sang guru Simbah KH Mutomakin Kajen tetap tidak belum mau menetap ke wilayah situ. Beliau berjalan kea rah selatan. Kira-kira jarak 1 kilometer beliau beristirahat dan mendirikan pondok kecil untuk beristirahat. Maka banyak orang yang mendatangi beliau untuk berguru ilmu terutama ilmu agama Islam. Maka di tempat itu sangat ramai. Terjadi kesibukan baik siang hari dan  malam hari. Disamping mengaji para santri juga berlatih bercocok tanam yang baik. Menanam padi bila musim hujan, menanam jagung kedelai kacang bila musim kemarau dating. Sungguh indah sekali suasananya. Bila malam hari tiba banyak hal yang bisa disampaikan mulai mengaji, mendongeng, dan petuah petuah tentang hidup.
Pada suatu waktu karena dirasa kurang nyaman, karena ada sesuatu yang sangat mengganggu kehidupan pondok, maka beliau sang GURU mengajak para santri pindah tempat bergeser kira-kira 1 kilometer ke arah utara. Maka dengan doa bersama memohon Tuhan Yang maha Kuasa, beliau memnajatkan doa supaya dalam kepindahan tempat bisa membawa manfaat yang banyak terutama untuk perkembangan agama Islam di daerah yang baru. Untuk mengenang kepindahan sang GURU, maka beliau sang GURU membuat tugu peringatan yang berupa kayu jati yang ditancapkamn di jalan yang dilaluinya. Tugu peringatan sebagai pengieling-eling bahwa teelah terjadi hijrah sang GURU bersama santri ke suatu tempat. Tugu (pal) sekarang masih ada yang oleh masyarakat sekitar diberi nama PAL NDHOYONG. Disebut pal ndhoyong dikarenakan posisinya “ndhoyong”. Setelah itu beliau bersama santrinya menuju arah ke utara. Ke hutan belantara yang pohon jatinya sangat lebat. Dibantu para santri beliau sang GURU membabat hutan untuk didirikan pondok pesantren. Sang murid atau santri dengan semangat membara dan ingin dapat berkah, maka tak begitu lama lokasi itu bisa ditebangi dan didirikan gubug/ pondok untuk sang GURU.
Dan setelah selesai mendirikan pondok maka mereka istirahat sambil makan ala kadarnya. Dan terlihat jelas di depan Kyai ada pohon jati yang mirip pintu. Maka seketika itu juga sambil berdoa kepada Alloh SWT, maka sang Kyai menamakan tempat ini JATILAWANG. Karena ada jati yang seperti lawang atau pintu. Maka dengan adanya pondok pesantren di tempat itu lambat laun banyak pemuda, orang tua, dari luar daerah menimbu ilmu agama islam di Jatilawang.

Kehidupan juga sangat bergantung pada sarana dan prasarana. Kebutuhan akan air juga sangat dirasakan, maka beliau sang GURU mencari sumber air, yang airnya sangat deras sekali. Tepat 300 meter dari lokasi ditemukan sumber air yang diharapkan. Lokasi tersebut ada tumbuhan yang bbila di bawahnya dibuat sumur (goak) sumbernya deras mengalir. Maka dibuatlah sumur tersebut. Dan sumur tersebut dinamakan SUMUR SALAM. Sumur salam sekarang letaknya di RT 06 RW 02 (sebelah barat SDN Pucakwangi 02). Terasa lengkap karena pondok ada, sumur ada, maka roda kehidupan berjalan dengan baik, damai dan sejahtera. 

Tidak ada komentar: