Bismillahirrohmanirrohim. mohon maaf bila saya menulis ini kurang pas. bisa ada salah sekali lagi mohon maaf kepada semuanya saja. babad ini ditulis berdasarkan tutur tinular dan supaya menarik juga ada langkah imajiner. cerita ini ditulis dukarenakan anak saya diberi tugas gurunya untuk menceritakan cerita di desanya. dan saya unggah di blog ini supaya tidak hilang dan bisa diakses oleh siapa saja baik masa kini dan masa yang akan datang. bila ada yang kurang pas bisa memberi komentar pada kolom komentar di bawah. Terima kasih dan selamat membaca.
BABAD JATILAWANG
Dukuh
Jatilawang termasuk wilayah Desa Pucakwangi. Desa Pucakwangi terdiri dari 4
Rukun Warga (RW). Yang termasuk RW 01 meliputi Dukuh Balong, Dukuh Gandu, Dukuh
Banjeng. RW 01 ini termasuk daerah perkotaan karena ibu kota kecamatan
pucakwangi terletak di Dukuh Balong.
RW
02 meliputi Dukuh Jatilawang. Dukuh Jatilawang terdiri dari dua lokasi yaitu
Jatilawang kulon kali yang letaknya di sebelah barat sungai Jatilawang dan
Jatilawang Etan Kali yang letaknya di sebelah timur kali/sungai Jatilawang.
Dukuh Jatilawang ini termasuk perdukuhan yang paling luas dan penduduknya
paling banyak di antara penduduk dalam wilayah Desa Pucakwangi.
RW
03 meliputi Dukuh Pucakwangi, Dukuh Geneng, Dukuh Ngledok dan Jatilawang Kidul
Kalen. Sedangkan RW 04 meliputi Sambirowo dan Dukuh Budeng.
Dukuh
Jatilawang yang konon cerita adalah merupakan daerah besar dalam sejarah masuknya
agama Islam di Wilayah Tenggara Pati. Dikatakan sjarah besar karna disinyalir
ada ulama besar yang merupakan murid dari seorang ulama besar dan kharismatik
dari Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Sang ulama tersebut tiada
lain adalah Simbah KH. Mutomakim Kajen. Murid beliau menurut tutur tinular
diminta untuk menyiarkan agam Islam di wilayah tenggara Kabupaten Pati. Jatilawang yang pada saat itu belum bernama
Jatilawang masih berupa alas/hutan belantara yang gung liwang Liwung (tanpa
penghuni). Hutan jati yang sangat besar dan luas yang sangat asri sejuk rindang
dan pasti sangat menenteramkan jiwa bagi yang datang ke situ.
Walau
begitu sang ulama yang mumpuni dalam agama yang merupakan utusa sang guru
Simbah KH Mutomakin Kajen tetap tidak belum mau menetap ke wilayah situ. Beliau
berjalan kea rah selatan. Kira-kira jarak 1 kilometer beliau beristirahat dan
mendirikan pondok kecil untuk beristirahat. Maka banyak orang yang mendatangi
beliau untuk berguru ilmu terutama ilmu agama Islam. Maka di tempat itu sangat
ramai. Terjadi kesibukan baik siang hari dan
malam hari. Disamping mengaji para santri juga berlatih bercocok tanam
yang baik. Menanam padi bila musim hujan, menanam jagung kedelai kacang bila
musim kemarau dating. Sungguh indah sekali suasananya. Bila malam hari tiba
banyak hal yang bisa disampaikan mulai mengaji, mendongeng, dan petuah petuah
tentang hidup.
Pada
suatu waktu karena dirasa kurang nyaman, karena ada sesuatu yang sangat
mengganggu kehidupan pondok, maka beliau sang GURU mengajak para santri pindah
tempat bergeser kira-kira 1 kilometer ke arah utara. Maka dengan doa bersama
memohon Tuhan Yang maha Kuasa, beliau memnajatkan doa supaya dalam kepindahan
tempat bisa membawa manfaat yang banyak terutama untuk perkembangan agama Islam
di daerah yang baru. Untuk mengenang kepindahan sang GURU, maka beliau sang
GURU membuat tugu peringatan yang berupa kayu jati yang ditancapkamn di jalan
yang dilaluinya. Tugu peringatan sebagai pengieling-eling bahwa teelah terjadi
hijrah sang GURU bersama santri ke suatu tempat. Tugu (pal) sekarang masih ada
yang oleh masyarakat sekitar diberi nama PAL NDHOYONG. Disebut pal ndhoyong
dikarenakan posisinya “ndhoyong”. Setelah itu beliau bersama santrinya menuju
arah ke utara. Ke hutan belantara yang pohon jatinya sangat lebat. Dibantu para
santri beliau sang GURU membabat hutan untuk didirikan pondok pesantren. Sang murid
atau santri dengan semangat membara dan ingin dapat berkah, maka tak begitu lama
lokasi itu bisa ditebangi dan didirikan gubug/ pondok untuk sang GURU.
Dan
setelah selesai mendirikan pondok maka mereka istirahat sambil makan ala
kadarnya. Dan terlihat jelas di depan Kyai ada pohon jati yang mirip pintu.
Maka seketika itu juga sambil berdoa kepada Alloh SWT, maka sang Kyai menamakan
tempat ini JATILAWANG. Karena ada jati yang seperti lawang atau pintu. Maka dengan
adanya pondok pesantren di tempat itu lambat laun banyak pemuda, orang tua, dari
luar daerah menimbu ilmu agama islam di Jatilawang.
Kehidupan
juga sangat bergantung pada sarana dan prasarana. Kebutuhan akan air juga
sangat dirasakan, maka beliau sang GURU mencari sumber air, yang airnya sangat
deras sekali. Tepat 300 meter dari lokasi ditemukan sumber air yang diharapkan.
Lokasi tersebut ada tumbuhan yang bbila di bawahnya dibuat sumur (goak)
sumbernya deras mengalir. Maka dibuatlah sumur tersebut. Dan sumur tersebut
dinamakan SUMUR SALAM. Sumur salam sekarang letaknya di RT 06 RW 02 (sebelah
barat SDN Pucakwangi 02). Terasa lengkap karena pondok ada, sumur ada, maka
roda kehidupan berjalan dengan baik, damai dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar